Oleh: Ramadhan Batubara
15 January, 2013
Akhir-akhir ini negara kita disibukkan oleh masalah pendidikan.
Mulai dari rencana penerapan kurikulum baru pada tahun ajaran 2013/2014
hingga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Ganti menteri, ganti kurikulum.
Itulah salah satu kebiasaan Indonesia. Ada baiknya, kita belajar dari
Finlandia, negeri yang sistem pendidikannya kini diakui sebagai yang
terbaik di dunia.
Kunci kesuksesan pendidikan di Finlandia adalah keseriusan pemerintah
pada sektor pendidikan lebih besar dibanding sektor lainnya. Dari hasil
tes PISA (Program for International Student Assessment) 2009, tes yang
diselenggarakan OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) -di antara para pelajar usia 15 tahun dari 65 negara, yang
diuji kemampuannya di tiga bidang: sains, membaca, dan matematika-
Indonesia tetap di papan bawah: peringkat ke-60 untuk sains, 57 untuk
membaca dan 61 untuk matematika. Artinya, kualitas para pelajar kita,
kini berada di posisi terendah bersama Argentina, Tunisia, Albania,
Panama, Peru, Qatar, Kazakstan, Azerbaijan, Kyrgysztan. Sedangkan
siswa Shanghai Cina ranking 1, Finlandia 2 dan Korea Selatan 3.
Tak bisa dipungkiri, ukuran kemajuan sebuah negara bukanlah diukur
dari pendapatan nasional, kemajuan teknologi atau kekuatan militer.
Tapi berdasarkan karakter penduduknya yang dibina lewat pendidikan yang
bermutu dan relevan. Finlandia menjadi yang terbaik di dunia karena
kebijakan-kebijakan pendidikan konsisten selama lebih dari 40 tahun
walau partai yang memerintah berganti.
Secara umum, kebijakan-kebijakan pendidikan Cina dan Korea Selatan
(dan Singapura) juga konsisten dan hasilnya terlihat sekarang.
Sebaliknya, kebijakan-kebijakan pendidikan Indonesia cenderung tentatif,
suka coba-coba dan sering berganti. Di Tanah Air, kita terseret arus
mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar,
kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah
(sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar
internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang
dianaktirikan).
Sebaliknya di Finlandia, tak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan
sekolah. Sekolah swasta dapat bantuan dana yang sama dengan sekolah
negeri. Di Finlandia, guru tak hanya sebatas pengajar tapi mereka pakar
kurikulum. Kurikulum di Finlandia sangat berbeda di setiap sekolah namun
tetap berjalan di bawah panduan resmi pemerintah.
Guru-guru di Finlandia semuanya adalah tamatan S2 dan dipilih dari
lulusan terbaik (the best ten) di berbagai universitas. Orang merasa
lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Kegemaran
membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku
anak-anak daripada negeri manapun di dunia. Guru diberi kebebasan
melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
Jika di negara-negaja maju memberlakukan “tes standar” untuk mengukur kemajuan siswa di sekolah, Finlandia tidak. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar