Kamis, 01 Agustus 2013

URGENSI PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh : SYAIFUDDIN MUSTAMING *
http://sultra.kemenag.go.id/file/file/Tulisan/sbvm1328534726.pdf

Sebagai ajaran agama pembawa rahmat bagi sekalian alam, sesungguhnya Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan manusia, termasuk mengenai pendidikan. Petunjuk Kitab Suci Al Qur’an maupun Sunnah Nabi SAW dengan jelas menuntut dan menuntun para penganut Islam untuk meningkatkan kecakapan dan akhlak generasi muda. Hal ini karena pendidikan adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan, membekali generasi muda dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi. Islam telah mengajarkan mengenai betapa pentingnya bekal pendidikan yang sepatutnya diawali pembenahan pada diri sendiri dan keluarga. ALLAH berfirman di dalam Al Qur’an surah at Tahrim, ayat 6 : ‘ Hai orang – orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu …’

Ayat tersebut sepatutnya dimaknai bahwa memelihara diri dan keluarga itu mutlak dilakukan bagi setiap insan mukmin melalui pembekalan dalam segala aspek pendidikan ; utamanya pendidikan agama, dengan tidak mengabaikan aspek pendidikan dan keahlian lainnya, seperti ; ilmu ekonomi, sosial dan lain sebagainya, sehingga setiap diri mampu mengarahkan dirinya pada keridhaan ALLAH.

Mengenai budi pekerti luhur, Al Qur’an mengingatkan agar semua orang memelihara diri sendiri dan keluarga dari azab neraka, yakni dengan menanamkan takwa kepada ALLAH dan budi pekerti luhur. Ini karena, menurut Nabi SAW ; Tidak ada sesuatu yang lebih banyak memasukkan manusia ke dalam surga daripada takwa kepada ALLAH dan budi pekerti luhur. Beliau bersabda : “ Yang terbanyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada ALLAH dan budi pekerti luhur ”. (Hadits; dikutip dalam kitab Bulughul Maram).

Al Qur’an juga mengingatkan kaum Muslim agar waspada untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran. ALLAH berfirman : “ Hendaklah mereka waspada kalau sampai meninggalkan di belakang mereka anak turunan yang lemah, yang mereka khawatirkan. Maka bertakwalah kepada ALLAH, dan hendaklah berkata dengan perkataan yang benar.(QS. An Nisa ; 9)
Terhadap ayat tersebut, Ibnu Katsir dalam kitabnya memberi ulasan dengan antara lain mengutip sebuah Hadits ; “ Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan papa dan meminta – minta kepada manusia.” (HR. Bukhari)

Usaha mencegah jangan sampai kita mewariskan keturunan yang lemah, yang dalam Hadits itu terutama “ lemah ” dalam arti ekonomi ; yakni miskin, tidak hanya mewariskan harta kekayaan, hal mana adalah wajar saja. Tetapi khususnya di zaman modern dengan pola ekonomi industri seperti sekarang, usaha itu dilakukan dengan membekali generasi muda berkaitan kecakapan – kecakapan yang diperlukan, sehingga mereka mampu tampil sebagai sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

Untuk perkara kecakapan inipun, Nabi SAW memberi teladan bagaimana menghargai para ahlinya. Sesuai dengan konteks zaman beliau ; 14 abad yang lalu, suatu bentuk kecakapan yang amat berharga ialah kepandaian memanah (menembak dengan panah), karena kecakapan itu sangat diperlukan untuk perang dan besar sekali peranannya untuk memperoleh kemenangan. Sebuah Hadits menggambarkan betapa Nabi SAW amat menghargai para ahli panah. RASULULLAH SAW bersabda : “ Dan beliau berada di atas mimbar, ‘ Dan siapkanlah kekuatan sedapat - dapatmu untuk menghadapi mereka…”. (QS. Al Anfal; 60), dan “ ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan, ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan, ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain, RASULULLAH SAW bersabda ; “ Sesungguhnya ALLAH bakal memasukkan ke surga, tiga orang berkat satu batang anak panah, pembuatnya yang dengan membuat anak panah itu menghendaki kebaikan, orang yang menyediakan bahannya, dan orang yang melemparkan (menembakkan) anak panah itu.” Beliau juga bersabda ; “ Memanahlah kamu dan menungganglah (kuda). Dan kamu memanah adalah lebih aku suka daripada menunggang kuda. Adapun yang dilakukan seseorang untuk bersantai adalah palsu kecuali menembakkan anak panah dengan busurnya, melatih kudanya, dan bergaul mesra dengan isterinya. Semua itu termasuk kebenaran. Dan barang siapa melupakan keahlian memanah setelah diajari maka ia telah kufur (tidak bersyukur) atas apa yang diajarkan kepadanya.” (HR. Ahmad)

Melalui firman ALLAH dan Sunnah Nabi itu dapat disimpulkan bahwa Tujuan Utama Pendidikan adalah pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan atau keahlian. Mengenai akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Tetapi mengenai keahlian, terdapat perbedaan keperluan manusia dari tempat ke tempat yang lain, dari zaman ke zaman yang lain. Maka sudah tentu jenis keahlian yang diperlukan di zaman modern ini berbeda dengan yang diperlukan di zaman sebelumnya. Dan adanya keahlian modern memerlukan usaha pendidikan modern.

Tantangan pertama dan utama terhadap usaha di atas, adalah mengembalikan pendidikan Islam ke pangkuan umat, yakni masalah “ warisan colonial ”. Dan jika disebut “ warisan Kolonial ” tidaklah berarti hanya hal – hal yang sengaja diperbuat oleh kaum kolonial untuk melemahkan umat Islam, tapi juga respons umat Islam sendiri terhadap kolonialisme itu yang meskipun patriotik namun agaknya harus dibayar dengan ongkos yang mahal. Dalam hal ini umat Islam tidak saja “ kalau dahulu ” oleh umat – umat yang lain. Umat Islam juga kalah dalam bidang “ linkagee ” internasional, karena belum satupun Negara Islam tampil sebagai Negara modern sebanding dengan, misalnya ; Jepang yang Shinto / Buddhist. Lemahnya “ linkage ” ini berdampak kepada kesulitan relatif umat Islam mengembangkan pendidikan modern di Indonesia, sebuah negeri dengan penduduk mayoritas Muslim.

Sesungguhnya umat Islam Indonesia mulai sedikit dapat beranjak dari belenggu warisan kolonial sejak Kabinet Natsir pada tahun 1950. Melalui kabinet itu, Menteri Agama A. Wahid Khasyim dan Menteri Pendidikan Bahder Johan membuat terobosan di bidang pendidikan, dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan umum untuk madrasah – madrasah dan pengetahuan agama untuk sekolah – sekolah. Dua dasawarsa terakhir ini memperlihatkan dampak kebijakan pendidikan itu dengan adanya gerak konvergensi antara “ pendidikan umum ” dan “ pendidikan agama ”.

Tetapi usaha umat Islam mengejar ketertinggalannya oleh umat – umat lain sesama warga Negara dapat diibaratkan mengejar bayangan ; semakin cepat dikejar, semakin cepat pula menjauh. Keadaan itu dapat diatasi hanya jika dilakukan usaha – usaha ekstra keras. Salah satunya ialah dengan pancingan peningkatan mutu secara cepat melalui usaha – usaha pendidikan unggulan. Dengan risiko kemungkinan dinilai, atau dituduh, elitis atau kurang populis, keadaan umat Islam sekarang ini membuat usaha pendidikan unggulan menjadi semacam “ fardlu kifayah ”; tidak seluruh umat diharuskan melakukannya, cukup sebagian saja. Tetapi jika tidak ada sama sekali yang melakukannya, maka seluruh umat terbebani pertanggungjawaban.

Karena retorika – retorika politiknya sendiri, umat Islam Indonesia sering terbuai oleh bayangan sebagai golongan mayoritas. Tapi ilmu – ilmu sosial membuktikan bahwa perjalanan sejarah umat manusia tidak terutama ditentukan oleh jumlah orang (mayoritas), melainkan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Nabi SAW bersabda ; “ Manusia adalah barang tambang dalam kebaikan dan keburukan : Mereka yang baik dalam Jahiliyah adalah yang baik dalam Islam jika mereka mengerti.” (HR. Ahmad)

Sabda Nabi SAW itu adalah gambaran yang jelas tentang pentingnya memperhatikan kualitas bahan manusia, khususnya dalam usaha pendidikan. Dilihat dari segi proses “ input – output”, hasil suatu usaha pendidikan akan tergantung kepada siapa yang masuk untuk diolah. Jika bahan manusianya (calon anak didiknya) unggul, keluarannyapun akan unggul, Insya ALLAH. Meskipun mendidik manusia tidak serupa dengan proses mekanis, namun analogi itu dapat dipertimbangkan. MASYA ALLAH …
________________________________________________________________________________
* Penulis adalah :
Kepala Sub Bagian Hukmas dan KUB
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar