dakwatuna.com - Pendidikan secara umum ialah setiap
sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani, akal, dan
akhlak seseorang sejak dilahirkan hingga dia mati. Pendidikan dengan
pengertian ini meliputi semua sarana, baik disengaja seperti pendidikan
di lingkungan keluarga (rumah), pendidikan sekolah, atau yang tidak
disengaja seperti pendidikan yang datang kebetulan dari pengaruh
lingkungan sosial kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang
bersifat alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam Islam adalah sumber
kekuatan yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia agar mereka tidak
tersesat terhadap apa yang mereka tidak ketahui dalam bidang agama,
apalagi saat ini banyak sekali firqah-firqah yang ikut menyemarakkan
jalannya jama’atul muslimin.
Pendidikan Islam yang digambarkan Al
Qur’an dengan berbagai contoh harusnya sudah bisa menjawab berbagai
permasalahan pendidikan yang menjangkiti umat pada zaman ini, seperti
pendidikan akhlaq dan ibadah. Luqman adalah nama hamba yang Allah
jadikan namanya menjadi nama di salah satu surat di Al-Qur’an karena
sifat beliau yang amat bijak dan takwa yang dimilikinya serta bagaimana
beliau mendidik anaknya agar menjadi pribadi muslim yang setia kepada
Allah. Dalam suatu riwayat, Luqman adalah cicit Azar, ayahnya Nabi
Ibrahim as. Luqman hidup selama 1000 tahun, ia sezaman bahkan gurunya
Nabi Daud. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi Nabi, Luqman sudah menjadi
mufti saat itu, tempat konsultasi dan bertanya Nabi Daud as. Luqman
dijuluki sebagai Ahlul hikmah, mungkin kita sudah sering mendengar
hikmah, namun pada kenyataannya kita sering meleset akan arti hikmah
tersebut. Hikmah adalah kemampuan memecahkan masalah dan mampu mencari
solusi yang terbaik dari suatu masalah, sehingga hasil dari hikmah itu
adalah kemaslahatan bagi orang tersebut. Adapun syarat seseorang dapat
memiliki kemampuan untuk memiliki hikmah yang baik adalah kuatnya ibadah
kepada Allah serta ilmu yang tinggi, ini terbukti Luqman menjadi guru
dari seorang Nabi Daud.
Keutamaan Luqman adalah beliau
menggabungkan hikmah dan syukur menjadi karakter pendidik yang unggul.
Karakter di mana ketika seorang hamba yang pandai berhikmah maka dia
akan menjadi pribadi yang tenang akan setiap masalah karena tinggi ilmu
yang dimiliki sehingga mudah saja memikirkan jalan keluar yang terbaik,
bukan karena melupakannya. Syukur merupakan perilaku yang senantiasa
meningkatkan kapasitas diri ketika nikmat di beri atasnya dan akan terus
meningkatkan kapasitasnya dalam segi ibadah maupun muamalah ketika
nikmat itu di tambah oleh Allah.
Luqman dalam pendidikan
anak-anaknya mengutamakan pendidikan aqidah, di mana itulah penyelamat
anak-anaknya ketika suatu tidak dapat menolongnya selain pertolongan
Allah dikarenakan sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqwa.
Allah sangatlah pencemburu terhadap hamba-hamba-Nya apabila seorang
manusia berbuat zhalim seperti syirik, yaitu menempatkan sifat ketuhanan
Allah bukan pada tempatnya, manusia menyembah kepada selain Allah.
Jangankan berbuat syirik, kita menunda-nunda waktu shalat pun kita sudah
menduakan Allah. Seperti pesan Luqman terhadap anak-anaknya dalam surat
Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezhaliman yang besar”.
Pendidikan akhlak pun tak luput dari pengajaran Luqman terhadap anak-anaknya, seperti dalam surat Luqman ayat 14, yaitu “Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Pada ayat ini Allah mengisahkan pembelajaran oleh Luqman terhadap
anak-anaknya tentang keutamaan berbaktinya seorang anak karena kesusahan
ayah dan ibunya saat anak masih dalam kandungan, terlebih ibu yang
susah yang bertambah-tambah dan kita diwajibkan bersyukur kepada Allah
dan kedua orang tua dengan berbakti kepada keduanya. Berbakti kepada
orang tua termasuk meminta izin terhadap apa yang ingin kita lakukan
dalam skala makro, seperti ingin menikah, bekerja, maupun pindah ke
tempat baru.
Adapun pada ayat setelahnya yaitu Luqman ayat 15 , “Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Poin yang terpenting di ayat ini adalah jika orang tua mengajak kepada
kemaksiatan maka tidak boleh mengikuti, namun kita tetap berkewajiban
bergaul dengan baik terhadap orang tua. Contoh terbaik untuk
menggambarkan aplikasi ayat ini adalah kisah nabi Ibrahim ketika
menasihati ayahnya yang pembuat patung untuk disembah oleh
masyarakatnya, beliau tidak mengikuti langkah ayahnya dan tetap memberi
nasihat dan berdiskusi dengan ayahnya mengenai perbuatan maksiat yang
ayahnya lakukan. Mungkin kita sering bertanya, kenapa masih banyak anak
yang perilakunya tidak baik,
Pendidikan konsekuensi terhadap
tindakan pun menjadi penting agar tidak sembarangan dalam melakukan
suatu tindakan, dalam surat Luqman ayat 16, yaitu “(Luqman berkata):
“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus
lagi Maha Mengetahui”. Dalam ayat ini terdapat konsep keimanan pada
hari akhir. Dari konsep tersebut butuh dua pemahaman untuk
menjalankannya dengan baik. Pertama adalah Ihsan, yaitu sikap
muraqabatullah di mana manusia itu berada, maka Allah akan mengetahui
apa yang dia lakukan maupun niat yang ada dalam hatinya. Kedua adalah
tanggung jawab Ilahiyah, di mana seseorang harus bertanggung jawab akan
tindakannya selama di dunia di hadapan Allah kelak.
Menjadi
shalih/shalihah bukanlah hal yang biasa jika dia saja yang menjadi
shalih/shalihah tanpa merubah lingkungan sekitarnya. Terdapat dalam
surat Luqman ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah)”. Kewajiban ini merupakan konsep tanggung jawab secara
konstitusi antara Allah dengan hamba-Nya yang bertaqwa. Konsep pertama
yaitu, seorang hamba yang bertaqwa senantiasa melakukan amar ma’ruf dan
nahi munkar, namun melakukan ini pada zaman sekarang butuh berjamaah
karena selain godaan banyak tapi juga fitnah akan deras mengalir ke
orang yang melakukan nahi munkar. Contoh nahi munkar yang paling
kongkret adalah FPI, mereka berani mencegah kemunkaran dengan tangan, di
mana saat itu polisi dan pemerintah yang beridentitas muslim tidak
berani mencegah yang munkar di depan mata. Kedua adalah sabar atas
keadaan yang menimpa dirinya, rasa sabar inilah yang membuat manusia
semakin tegar dalam menghadapi cobaan dalam mengimplementasikan ilmu
yang dimiliki.
Bagian terakhir dalam pendidikan akhlak yang diajarkan Luqman kepada kita terdapat dalam ayat ke 18 dan 19, “Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Sikap sombong di sini
adalah merendahkan orang lain dan tidak mau mendengarkan kebenaran,
alangkah kasihan orang tersebut karena Allah akan mengazabnya dengan
siksa yang pedih karena yang patut sombong hanya Allah SWT.
“Perilaku
seorang muslim yaitu apabila ia berkata maka kata-kata yang keluar
adalah kata-kata yang baik lagi menyejukkan dan apabila bertindak maka
tindakannya tepat pada sasaran dan tidak terburu-buru”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar